Sabtu, 19 Januari 2013

Rumah Adat Jawa Tengah

Rumah Adat Jawa Tengah.Rumah Adat Jawa Tengah yaitu Rumah Joglo Adat jawa tengah merupakan salah satu peninggalan nenek moyang kita yang terdahulu dimana  yang didirikan pada tahun 1835 ini merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dimasa awal pendiriannya, Rumah Adat Jawa Tengah Atau Joglo disebut juga dengan  bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya, rumah Joglo berasal dari daerah Propinsi Jawa Tengah dan fungsi yang lebih menonjol adalah sebagai tempat musyawarah masalah kenegaraan dan menyusun strategi dalam melawan Belanda. Pada saat clash II di Yogyakarta, menjadi markas besar tentara pelajar (TP) seluruh Jogjakarta di bawah pimpinan Kapten Martono (Menteri Transmigrasi masa pemerintahan presiden Soeharto).
salah satu Rumah adat Jawa tengah yaitu Joglo Kelor merupakan joglo terbaik se-Kabupaten Sleman. Hal ini terlihat dari bagian-bagiannya yang lebih lengkap dan masih asli. Menurut pandangan metafisika, rumah joglo ini memiliki energi spiritual yang dapat dirasakan dalam radius ± 100 meter. Secara Resmi, Joglo Kelor menjadi obyek wisata pada bulan oktober 2002. Beberapa waktu lalu, sebuah Sepeda (yang dipakai oleh Kapten Martono) dan Lampu Gantung (yang digunakan untuk penerangan dalam rapat-rapat TP), di pindahkan dari Joglo ke Benteng Vredeburg.
Rumah Adat Jawa Tengah Atau Rumah Tua (Joglo) banyak ditemukan dalam kondisi kurang terawat, mungkin puluhan tahun sudah tak tersentuh pemeliharaan. Meskipun, beberapa masih dipakai sebagai tempat tinggal, namun sebagian lagi bertahun-tahun berupa rumah kosong. Hanya sedikit dari rumah joglo dalam kondisi terawat. Sebagian besar rumah joglo diperoleh dari daerah pesisir pantai Utara Jawa sekitar Demak – Kudus.
Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Arsitektur tradisional Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak dari tata krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan segala kondisi alam lingkungannya. Arsitektur ini pada galibnya menampilkan karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif memanfaatkan setiap potensi dan sumber daya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara “jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe” (makrokosmos).
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.Rumah adat khas Jawa Tengah dikenal dengan nama rumah Joglo. Rumah ini biasanya membutuhkan lahan yang luas untuk pembangunannya. Sebagian besar, rumah model ini membutuhkan banyak kayu seperti kayu jati, sengon, dll.


Sumber : Banyaksumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar